Bom Manusia Dalam
Pandangan Fuqaha Kontemporer
I. Pendahuluan
Bom manusia --atau apa yang sering disebut bom bunuh
diri-- merupakan satu faktor signifikan dalam Krisis Palestina, karena
mempunyai pengaruh efektif terhadap kebijakan politik di Palestina. Misalnya
aksi bom manusia pada 12 Juni 2002 di Yerusalem yang mengakibatkan 20 warga
Israel tewas dan 40 lainnya terluka. Kejadian ini membuat PM Israel, Ariel
Sharon, menyatakan akan tetap menolak pendirian negara Palestina sampai aksi
bom itu berhenti total.1
Di samping signifikansi aspek politis tersebut, aspek
lain aksi bom manusia yang menarik adalah timbulnya pro kontra yang cukup tajam
di kalangan para ulama dan cendekiawan mengenai hukumnya dalam fiqih Islam.
Sebagian mengharamkannya sementara sebagian lainnya membolehkannya.
Jurnal Inquiry and Analysis Series mendiskusikan soal
legitimasi hukum bom manusia itu setidaknya sampai tiga bulan, dari Mei sampai
Juli 2001. Yang terlibat dalam polemik ini tak hanya ulama fiqih, tetapi juga
pakar politik, pengamat dunia Islam, serta kalangan pers. Diskusi antardispilin
ilmu praktis terhenti ketika terjadi Tragedi 11 September di AS.2
Selain dalam jurnal ilmiah berbahasa Inggris, debat hukum
bom manusia juga marak dalam media massa
berbahasa Arab. Mufti Saudi Sheikh Abdul Aziz Abdullah Al-Sheik, pada
majalah Al-Sharq Al-Awsat yang terbit di London, 21 April 2001 menyatakan . bahwa
aksi suicide bombers(pelaku bom “bunuh diriâ€) itu bukan bagian
dari jihad dan hanya merusak citra Islam. Dua hari kemudian, Yusuf Al Qaradhawi
dalam harian Al-Raya, 25 April 2001, terbitan Qatar,
membantah fatwa mufti Saudi tersebut. Lalu dua hari berikutnya, 27 April 2001,
dalam hariahAl-Hayat, Syekh Al-Azhar Muhammad Sayyed Tantawi,
menguatkan keabsahan aksi bom manusia dan berkomentar bahwa operasi bom itu
adalah bagian dari jihad.3
1 Dedi Junaedi,Heboh Balita Hamas, Republika
On Line, Selasa 2 Juli 2002, www.republika.co.id.
2 Dedi Junaedi, Suara dari Para Ulama, Republika
On Line, Selasa 3 Jui 2002, www.republika.co.id.
3 Ibid.
Pro kontra hukum bom manusia juga mendorong sebagian
ulama untuk menulis kitab khusus yang mendiskusikan hukumnya dalam perspektif
fiqih Islam. Di antaranya adalah Nawaf Hail Takruri yang menulis kitab Al-Amaliyat
Al-Istisyhidiyah fi Al-Mizan Al-Fiqhi1 dan Dr. Muhammad Thamah Al
Qadah yang mengarang kitab Al-Mughamarat bi An-Nafsi fi Al-Qital wa
Hukmuha fi Al-Islam.2 Sementara itu Dr. Muhammad Khair Haikal
mendiskusikan hukumnya dalam kitabnya yang sekaligus juga disertasi doktornya,Al-Jihad
wa Al-Qital fi As-Siyasah Asy-Syar’iyah.3
Pro kontra inilah yang mendorong penulis untuk memilih
tema hukum bom manusia dalam fiqih Islam. Kejelasan hukum syara’ sangat
dibutuhkan dalam masalah yang amat krusial ini. Ini dikarenakan perbedaan yang
ada cukup tajam dan mengandung berbagai implikasinya baik di dunia maupun di
akhirat. Bagi mereka yang menganggap aksi bom manusia sebagai aksi bunuh diri (amaliyat
intihariyah), maka implikasinya kepada para pelakunya ialah tidak
diberlakukan hukum-hukum mati syahid. Dia akan dipandang sebagai orang hina
karena berputus asa menghadapi kesulitan hidup. Di akhirat, pelakunya dianggap
akan masuk neraka, karena telah bunuh diri. Sedang bagi mereka yang menganggap
aksi bom manusia sebagai aksi mati syahid (amaliyat istisyhadiyah),
maka implikasinya kepada para pelakunya adalah diberlakukan hukum-hukum mati
syahid. Dia dianggap sebagai pahlawan dan teladan keberanian yang patut
dicontoh. Dan di akhirat insya Allah akan masuk surga.
Dalam makalah ini penulis memilih istilah bom manusia,
sebagai terjemahan harfiyah dari sebagian literatur atau media berbahasa
Inggris yang menyebut aksi pemboman ini dengan istilah human
bombing. Istilah tersebut penulis pilih karena bersifat netral dan
objektif. Sedangkan istilah lain, seperti bom syahid atau bom bunuh diri
penulis anggap lebih bersifat subjektif dan kurang netral.4
II. Perumusan Masalah
Berdasarkan pendahuluan yang telah dipaparkan sebelumnya,
masalah yang ada penulis rumuskan sebagai berikut :
- Apakah bom manusia itu ?
- Bagaimana pendapat para ulama beserta
dalil-dalilnya mengenai hukum bom manusia, baik yang melarang maupun yang
membolehkan ?
- Manakah pendapat yang rajih (kuat) dari dua
pendapat itu menurut kaidah-kaidah tarjih dalam disiplin ilmu ushul fiqih
?
III. Metode Pembahasan
Dalam rangka menjawab permasalahan yang telah dirumuskan
di atas, metode pembahasan yang penulis akan tempuh adalah sebagai berikut :
- Menjelaskan fakta bom manusia itu sendiri yang
menjadi pangkal pembahasan. Dalam uraian mengenai fakta bom manusia ini,
akan dijelaskan bagaimana secara teknis pelaksanaan bom manusia di
lapangan. Penjelasan ini akan dilengkapi dengan data-data historis dan
statistik mengenai bom manusia di Palestina.
- Menjelaskan pendapat para ulama baik yang melarang
maupun yang membolehkan aksi bom manusia. Akan dijelaskan juga dalil-dalil
dari masing-masing pendapat tersebut.
- Mendiskusikan dan mentarjih dua pendapat tersebut
untuk mencari pendapat yang kuat (rajih).
Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini pada
dasarnya adalah studi literatur (library research) dengan pendekatan
perbandingan (comparative). Literatur yang digunakan adalah berbagai
buku tentang hukum bom manusia, misalnya karya Takruri (2002), Al-Qadah (2002),
ataupun Haikal (2002) seperti telah disebutkan di atas. Juga dimanfaatkan
berbagai data dan informasi dari dunia maya (internet) yang relevan. Adapun
perbandingan dan tarjih yang dilakukan, didasarkan pada kaidah-kaidah tarjih
dalam ushul fiqih, baik yang terdapat dalam kitab ushul fiqih secara umum,
seperti Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam karya Saifuddin Al
Amidi5 dan kitab Irsyadul Fuhul karya Imam
Asy-Syaukani6, maupun kitab ushul fiqih yang secara khusus membahas masalah
kaidah tarjih, seperti kitab Metode Tarjih atas Kontradiksi
Dalil-Dalil Syara’, karya Dr. Muhammad Wafaa.7
IV. Fakta Bom Manusia
IV. Fakta Bom Manusia
Pemahaman akan fakta yang menjadi sasaran penerapan
hukum, sangat fundamental dalam proses istinbath hukum syara’ atau penerapan (tathbiq)
hukum syara’. Para ulama ushul fiqih telah
membuat rumusan bahwa hukum syara’ terhadap suatu fakta adalah cabang dari
gambaran atau pengetahuan tentang fakta itu (al hukmu ‘ala asy-syai`
farâ’un min tashawwurihi wal ilmi bihi).8
Atas dasar itu, penulis akan mencoba memaparkan lebih
dahulu fakta-fakta yang berkaitan dengan bom manusia sebelum menyampaikan
berbagai pendapat ulama mengenai fakta bom manusia. Fakta-fakta ini penulis
bagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) definisi bom manusia; (2) data historis;
(3) data statistik, dan (4) informasi teknis pelaksanaan bom nanusia itu
sendiri.
A. Definisi
Definisi bom manusia, menurut Muhammad Thamah Al-Qadah
adalah aktivitas seorang mujahid yang melemparkan dirinya pada kematian untuk
melaksanakan tugas berat, dengan kemungkinan besar tidak selamat, akan tetapi
dapat memberi manfaat besar bagi kaum muslimin.9
Menurut Nawaf Hail Takruri, bom manusia adalah aktivitas
seorang (mujahid) mengisi tas atau mobilnya dengan bahan peledak, atau
melilitkan bahan peledak pada tubuhnya, kemudian menyerang musuh di tempat
mereka berkumpul, hingga orang tersebut kemungkinan besar ikut
terbunuh.10 Dapat juga penyerangan dilakukan pada berbagai sarana
transportasi bermuatan banyak orang, seperti bus, pesawat terbang, kereta api,
dan sebagainya. Dapat pula teknis pelaksanaannya dengan berpura-pura menyerah
kepada musuh, kemudian ketika dekat dengan mereka dan memperoleh kesempatan, ia
meledakkan bahan-bahan peledak yang dibawanya, sehingga menimbulkan banyak
korban, baik yang terbunuh, terluka, atau mengalami kerusakan bangunan, dan
termasuk juga terbunuhnya pelaku peledakan sendiri.11
B. Data Historis
Di Palestina, aksi bom manusia telah berlangsung
setidaknya dalam 23 bulan terakhir (hingga September 2002).12 Tepatnya,
hal itu bermula ketika Sejak Syeikh Ahmad Yasin (66 tahun) --tokoh spiritual
Hamas dan inspirator gerakan jihad yang masih ada-- merestui upaya Nabil Arir
(24 tahun) meledakkan permukiman Israel di Kota Gaza, pada 26 Oktober 2000.
Para pelaku aksi pada umumnya berasal dari berbagai
kelompok Islam yang melakukan jihad dan perlawanan terhadap Israel, yaitu
Brigade Al-Qosam, Brigade Al-Aqso, Hamas, Al-Fatah, Hizbullah, Islamic
Jihad, danPopular Front for the Liberation of Palestine (PFLP).
Menurut investigasi The Guardian, Brigade Al-Qosam --sayap
militer Hamas-- merupakan pemasok relawan jihad terbesar di Palestina. Dalam 56
aksi bom syahid terakhir (hingga Juli 2002), kelompok ini memasok sekitar 20
kadernya. Urutan berikutnya adalah kelompok Brigade Al-Aqsho, Islamic
Jihad, dan Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP).
Masing masing menyumbang 14, 11, dan dua mujahid.13
C. Data Statistik
Aksi bom manusia yang dilakukan di Palestina sejak bulan
Oktober tahun 2000 telah mengakibatkan gugurnya 250 mujahid, yang umumnya
berusia di bawah 30 tahun. Sebagian besar mereka adalah kaum muda yang sedang
berada dalam usia produktif dan dinamis. Bahkan, dalam 56 aksi terakhir,
pelakunya berusia di bawah tiga puluh tahun. Tiga orang di antaranya adalah
wanita : Wafa Idris (27 tahun), Ayat Al-Akhras (16 tahun) dan Dari Abu Aysheh
(20 tahun).14
Harian Yedioth Aharonot terbitan Israel, pada
bulan Mei 2001 mempublikasikan data tentang tipikal para pelaku aksi bom
manusia tersebut sebagai berikut :
- sebanyak 67 % pelaku aksi adalah kalangan
terpelajar. Setidaknya sejumlah 39 % pernah mengenyam bangku sekolah
menengah atas (high school).
- sebanyak 83 % pelaku aksi adalah mereka yang masih
lajang (single).
- sebanyak 64 % pelaku aksi berusia antara 18 hingga
23 tahun. Sisanya (36 %), hampir semuanya berusia di bawah 30 tahun.
- sebanyak 68 % pelaku aksi berasal dari penduduk
Tepi Barat.15
Mengenai opini penduduk Palestina tentang aksi bom
manusia itu sendiri, sebuah jajak pendapat (polling) telah dilakukan
oleh Palestinian Center for Public Opinion (PCPO) yang
dipimpin Dr. Nabil Kukali, pada akhir Mei 2001. Respondennya adalah penduduk
Palestina dewasa yang ada di Tepi Barat, Jalur Gaza, termasuk juga Yerussalem
Timur. Hasilnya adalah :
§
a.
dalam jumlah mayoritas (76,1%) muslim Palestina mendukung aksi bom manusia.
§
b.
sejumlah kecil responden (12,5%) menolaknya (tidak setuju).
§
c.
sejumlah 11,4% dari responden tidak menyatakan pendapatnya (abstain).16
D. Teknis Pelaksanaan Aksi
Seorang pelaku aksi pemboman akan mengalami 4 (empat)
tahapan yang harus dilalui hingga dia menjalankan aksinya. Empat tahap itu
adalah : (1) pengetesan (seleksi), (2) rekrutmen, (3) persiapan, dan (4)
pelaksanaan aksi. Semua tahap-tahap ini umumnya dilaksanakan oleh berbagai brigade
jihad yang ada di Palestina.17
Pada tahap seleksi, seorang calon pelaku aksi akan dibawa
ke kamp pelatihan dan diamati terlebih dahulu perilakunya selama beberapa hari.
Dilakukan juga wawancara dan diskusi dengannya. Dalam seleksi ini, akan dinilai
apakah seorang calon pelaku aksi memenuhi kriteria yang ditetapkan. Menurut
Sholah Syehada, Komandan Batalion Al-Qossam, calon pelaku aksi harus memenuhi
empat kriteria, yaitu : (1) harus betul-betul seorang muslim yang taat
menjalankan agama Islam, dan direstui oleh orangtuanya; (2) bukan merupakan
tulang punggung keluarganya; (3) memiliki kemampuan dan keahlian melakukan
misi; dan (4) dapat menjadi teladan bagi muslim lainnya agar mengikuti
jejaknya.18
Pada tahap rekrutmen, seorang calon aksi berarti dinilai
sudah memenuhi kriteria-kriteria tersebut dan dianggap telah resmi bergabung
dengan sebuah brigade serta siap menjalankan misi.
Pada tahap persiapan, seorang calon digembleng selama 20
hari dalam kamp pelatihan. Seorang instruktur akan melakukan diskusi mendalam
dengan para calon tentang agama Islam. Para
calon juga diajak menonton video tentang para syuhada dan menganalisis serangan
yang telah dilakukan pendahulu mereka itu. Ketika persiapan sudah komplet dan
mantap, para calon memasuki tahap pelaksanaan aksi.
Pada tahap pelaksanaan aksi, seorang anggota dari
unit lain akan menjemput seorang calon dan menemaninya melakukan perjalanan
akhir. Setelah deskripsi tugasnya ditentukan, pengebom diberi tahu secara
persis pada menit-menit terakhir apa yang harus dilakukan, misalnya apakah ia
akan menjadi pengebom bunuh diri atau menyerang target dengan granat dan
senapan sampai akhirnya ia ditembak mati.
Bila ia ditentukan menjadi pengebom bunuh diri, dia
segera mengenakan rompi yang sudah diisi dengan 10 kilogram bahan peledak dan lima kilogram paku serta
baja. Ini kira-kira 15 menit sebelum ia diterjunkan ke sasaran. Di saat itulah
ia diberitahu secara persis sasaran yang harus dihancurkan dengan dirinya yang
sudah "berbaju" bom. Sasaran ini bisa berupa sebuah bus, pesawat
terbang, kereta api, sebuah gedung pertemuan umum, sebuah supermarket, jalan
yang padat pengunjung, dan sebagainya.
V. Pendapat Ulama
Secara garis besar terdapat dua pendapat ulama dalam
masalah aksi bom manusia tersebut, yaitu sebagian membolehkan dan sebagian
lainnya mengharamkan. Di antara ulama masa kini yang membolehkan adalah19:
- Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaili (Dekan Fakultas
Syariah Universitas Damaskus).
- Prof.Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Ketua Jurusan Fiqih dan
Ushul Fiqih Fakultas Syariah Universitas Damaskus).
- Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi (Ketua Jurusan
Theologi dan Perbandingan Agama Fakultas Syariah Universitas Damaskus).
- Dr. Ali Ash-Shawi (Mantan Ketua Jurusan Fiqih dan
Perundang-undangan Fakultas Syariah Universitas Yordania).
- Dr. Hamam Said (Dosen Fakultas Syariah Universitas
Yordania dan anggota Parlemen Yordania).
- Dr. Agil An-Nisyami (Dekan Fakultas Syariah
Universitas Kuwait).
- Dr. Abdur Raziq Asy-Syaiji (Guru Besar Fakultas
Syariah Univesitas Kuwait).
- Syaikh Qurra Asy-Syam Asy-Syaikh Muhammad Karim
Rajih (ulama Syiria).
- Syaikhul Azhar (Syaikh Muhammad Sayyed Tanthawi).
10. Syaikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi (ulama
Mesir).
11. Fathi Yakan (aktivis dakwah Ikhwanul Muslimin).
12. Dr. Syaraf Al-Qadah (ulama Yordania).
13. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi (ulama Qatar).
14. Dr. Muhammad Khair Haikal (aktivis dakwah
Hizbut Tahrir).
15. Syaikh Abdullah bin Hamid (Mantan Hakim Agung
Makkah Al-Mukarramah).
Sementara itu ulama kontemporer yang mengharamkan aksi
bom manusia antara lain :
- Syaikh Nashiruddin Al-Albani (ulama Arab Saudi).
- Syaikh Shaleh Al-Utsaimin (ulama Arab Saudi).
- Syaikh Hasan Ayyub.
A.Dalil-Dalil Yang Membolehkan
Al-Qadah dalam kitabnya Al-Mughamarat bi
An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam telah menyebutkan sekitar
20 dalil syara’ yang mendasari bolehnya melakukan aksi bom manusia, yang
dihimpunnya dari pendapat-pendapat ulama yang membolehkan aksi bom manusia
ini.20 Di antaranya adalah :
1. Firman Allah SWT :
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin, diri, dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka
berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah
menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`an.” (QS
At-Taubah : 111)
Al-Qadah mengatakan bahwa wajhud dalalah (segi
pemahaman dalil) dari ayat ini adalah, bahwa perang di jalan Allah mempunyai
resiko besar berupa kematian dan mereka terbunuh. Padahal kematian ini
merupakan sesuatu yang kemungkinan besar atau pasti akan terjadi pada aksi bom
manusia. Akan tetapi meski demikian, Allah SWT tetap memerintahkannya dan
memberikan pahala surga bagi yang melaksanakannya. Perintah Allah SWT ini
menunjukkan izin dari Allah untuk melaksanakannya.21
2. Firman Allah SWT :
Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur
(terbunuh) atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya
pahala yang besar. (QS An-Nisaa`
:74).
Wajhud dalalah dari
ayat ini, menurut Al-Qadah, adalah bahwa Allah SWT menyamakan pahala orang yang
gugur dengan pahala orang yang mampu mengalahkan musuh karena membela agama
Allah. Dan orang yang melakukan aksi bom manusia, dalam hal ini termasuk dalam
kategori orang yang gugur di jalan Allah tadi, bukan termasuk orang yang bunuh
diri. Sebab andaikata termasuk orang yang bunuh diri, Allah tidak akan
memberikan pahala besar baginya, tetapi malah akan memasukkannya ke dalam
neraka, seperti keterangan dalam hadits-hadits Nabi SAW.22
3. Firman Allah SWT :
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Baqarah : 195).
Ayat ini tidak melarang aktivitas perang di jalan Allah
yang dapat membuat diri sendiri terbunuh. Atau dengan kata lain, membolehkan
aktivitas perang semacam itu. Dan aksi bom manusia termasuk aktivitas perang
yang dapat membuat pelakunya terbunuh. Pemahaman ini didasarkan pada penjelasan
shahabat bernama Abu Ayyub Al-Anshari yang mengoreksi pemahaman yang salah
terhadap ayat tersebut, yang dipahami sebagai larangan mengorbankan diri dalam
peperangan. 23
Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya mengatakan, Yazib
bin Abi Habib telah meriwayatkan dari Aslam bin Imran, yang berkata, Kami
berperang melawan pasukan Konstantinopel dan pasukan saat itu dipimpin oleh
Abdurrahman bin Al-Walid. Pada waktu itu orang-orang Romawi telah merapat pada
benteng kota.
Kemudian seseorang maju ke tengah barisan musuh. Ketika itu orang-orang
berkata,Laa ilaaha illallah, ia menjatuhkan dirinya ke dalam
kebinasaan. Maka berdirilah Abu Ayyub Al-Anshari seraya berkata Subhanallah, Allah telah
menurunkan ayat ini pada kami sekalian orang Anshar. Ketika Allah telah
menolong Nabi-Nya dan menampakkan agama-Nya, kami orang Anshar berkata, Kita
akan diam (tidak berperang) dan akan mengurus harta-harta kami. Kemudian
turunlah firman Allah maka belanjakanlah (harta bendamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (QS
Al-Baqarah : 195). Dan yang dimaksud dengan menjatuhkan diri ke dalam
kebinasaan adalah kesibukan kami mengurus harta dan meninggalkan jihad.24
Al-Qadah menyimpulkan, bahwa dengan demikian, ayat ini
menunjukkan bolehnya mempertaruhkan nyawa dalam peperangan, meskipun yakin akan
terbunuh. Aksi bom manusia termasuk jenis aktivitas seperti ini.25
4. Firman Allah SWT :
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang
dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya namun Allah mengetahuinya.â€(QS At Taubah : 97)
Yusuf Al-Qaradhawi mengatakan bahwa aksi-aksi bom manusia
termasuk dalam bentuk jihad yang paling besar. Aksi ini termasuk dalam aksi-aksi
teror (irhab) sebagaimana yang tertera dalam ayat di atas.26
4.Hadits Nabi SAW sebagaimana riwayat Imam Muslim berikut
:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah pernah
pada Perang Uhud hanya bersama tujuh orang Anshar dan dua orang dari kaum
Quraisy. Ketika musuh mendekati Nabi SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa bisa
menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk surga, atau ia bersamaku di
surga. Kemudian satu orang dari Anshar maju dan bertempur sampai gugur. Musuh
mendekat lagi dan Rasulullah bersabda lagi, Barangsiapa bisa menyingkirkan
mereka dari kita, ia akan masuk surga, atau ia bersamaku di surga. Kemudian
satu orang dari Anshar maju dan bertempur sampai gugur. Dan hal ini terus
berlangsung sampai ketujuh orang Anshar tersebut terbunuh.” (HR.
Muslim)27
Ketika Nabi SAW mengatakan, Barangsiapa bisa
menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk surge adalah sebuah isyarat bahwa
mereka akan terbunuh di jalan Allah, dan dalam hal ini kematian hampir dapat
dipastikan. Peristiwa ini menunjukkan bolehnya mengorbankan diri sendiri
“seperti halnya aksi bom manusia-- dengan keyakinan akan mati di jalan Allah.28
B.Dalil-Dalil Yang Mengharamkan
Sebagian ulama seperti Nashiruddin Al-Albani dan Syaikh
Shaleh Al-Utsaimin mengharamkan aksi bom manusia. Berikut pendapat mereka dan
dalil-dalilnya :
1. Syaikh Nashiruddin Al-Albani ketika
ditanya hukum aksi bom manusia, beliau menjawab bahwa aksi bom manusia
dibenarkan dengan syarat adanya pemerintahan Islam yang berlandaskan hukum
Islam, dan seorang tentara harus bertindak berdasarkan perintah pemimpin perang
(amirul jaisy) yang ditunjuk khalifah. Jika tidak ada pemerintahan
Islam di bawah pimpinan khalifah, maka aksi bom manusia tidak sah dan termasuk
bunuh diri.29
2. Syaikh Shaleh Al-Utsaimin ketika
ditanya mengenai seseorang yang memasang bom di badannya lalu meledakkan
dirinya di tengah kerumunan orang kafir untuk melemahkan mereka, beliau
menjawab bahwa tindakan itu adalah bunuh diri. Pelakunya akan diazab dalam
neraka Jahannam dengan cara yang sama yang digunakan untuk bunuh diri di dunia,
secara kekal abadi. Beliau berdalil dengan firman Allah SWT yang melarang bunuh
diri :
âDan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.†(QS An-Nisaa` : 29)
Beliau juga berdalil dengan hadits-hadits Nabi SAW yang
melarang bunuh diri, seperti hadits Nabi SAW :
“Barangsiapa yang mencekik lehernya, ia akan akan
mencekik lehernya sendiri di neraka. Dan barang siapa yang menusuk dirinya, ia
akan menusuk dirinya sendiri di neraka.†(HR. Al-Bukhari dan
Muslim).30
VI. Diskusi dan Tarjih
Dengan mendalami pendapat masing-masing baik yang
membolehkan maupun yang mengharamkan aksi bom manusia, penulis berpendapat
bahwa pendapat yang kuat (rajih) adalah pendapat yang membolehkan aksi
bom manusia. Aksi ini menurut penulis bukanlah tindakan bunuh diri dan dengan
demikian pelakunya insya Allah akan mendapatkan surga, bukan
neraka.
Parameter yang penulis gunakan untuk menilai pendapat
yang lebih kuat adalah ketepatan penggunaan dalil terhadap fakta yang menjadi
permasalahan. Hal ini sangat penting mengingat salah satu langkah penting dalam
proses istinbath hukum adalah fahmul waqi’ , atau memahami
fakta yang menjadi sasaran penerapan hukum. Untuk dapat menerapkan suatu
ketentuan fiqih secara tepat, seorang faqih harus mengetahui fakta yang akan
dihukumi. Thaha Jabir Al-Alwani ketika menyebutkan pengertian fiqih, menyatakan
bahwa fiqih adalah adalah pengetahuan seorang faqih (ahli fiqih) terhadap hukum
suatu fakta (al-waqi’ah) yang diambil dari dalil-dalil yang rinci
dan parsial yang telah ditetapkan Asy Syari’ (Allah) untuk menunjukkan
hukum-hukumnya.31 Definisi ini mengisyaratkan satu hal penting yang harus
dimiliki seorang faqih, yaitu pengetahuan tentang fakta permasalahan (al-waqi’ah).
Maka dari itu, sebagaimana ditegaskan oleh Yusuf Al-Qaradhawi, di antara
sebab-sebab kesalahan fatwa adalah ketidakpahaman tentang masalah yang
ditanyakan, sehingga keliru menerapkan nash-nash syara’ yang dimaksud dengan
kejadian yang sebenarnya.32
Memahami fakta dengan baik ini, menurut Taqiyuddin An
Nabhani, adalah langkah pertama dari seseorang yang akan mengistinbath hukum
syara’ untuk fakta itu. Menurut An-Nabhani metode yang harus ditempuh seorang
mujtahid dalam mengistinbath hukum adalah : pertama, mengkaji
masalah yang ada sehingga dipahami dengan sempurna; kedua,
mengkaji nash-nash syara’ yang berkaitan dengan masalah tersebut;ketiga,
mengistinbath hukum syara’ untuk masalah tersebut dari dari dalil-dalil
syar’i.33
Fakta yang harus dipahami dan menjadi objek penerapan
hukum syara’ ini oleh An- Nabhani disebutnya dengan istilah manath,
yang menurut beliau manath adalah fakta yang padanya akan
diterapkan suatu hukum syara’ (al-waqi’ alladzi yuthabbaqu ‘alaihi
al-hukmu). Manath ini harus dikaji dengan baik dalam
dua keadaan: pertama, dalam rangka proses istinbath hukum
syara’ untuk menghukumi suatu manathtertentu; kedua,
dalam rangka menerapkan hukum syara’ yang sudah ditetapkan pada suatu manathtertentu.34
Berdasarkan ini, maka ketidaktepatan memahami fakta
permasalahan, akan dapat menimbulkan kekeliruan penerapan nash-nash syara’
yang pada gilirannya akan mengakibatkan kekeliruan fatwa atau ijtihad.
Berkaitan dengan pendapat ulama yang mengharamkan aksi bom manusia, penulis
dapati mereka kurang cermat memahami fakta yang akan menjadi objek hukum ini,
yaitu tidak dapat membedakan secara jernih aktivitas bom manusia dengan
aktivitas bunuh diri. Padahal di antara keduanya terdapat perbedaan yang
mendasar. Al-Qadah menjelaskan perbedaan bunuh diri dan aksi bom manusia dalam
3 (tiga) aspek berikut :
Pertama, Motivasi.
Motivasi orang yang melakukan aksi bom manusia adalah keinginan untuk
menegakkan kalimat Allah SWT. Sedangkan orang yang bunuh diri, jelas tidak
punya keinginan untuk menegakkan kalimat Allah, melainkan ingin mengakhiri
hidup karena berbagai kesulitan duniawi yang tidak sanggup lagi dipikul, seperti
penyakit berat, kegagalan cinta, kebangkrutan usaha, kehancuran rumah tangga,
dililit utang, dan sebagainya.
Kedua, Akibat
di akhirat. Orang yang mati syahid mengorbankan dirinya dengan cara
aksi bom manusia, buahnya adalah surga, sebagaimana janji Allah dalam banyak
ayat Al Quran. Sedangkan akibat di akhirat bagi orang yang bunuh diri, jelas
bukan surga, karena yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya adalah adzab di neraka,
yaitu akan disiksa di neraka dengan cara yang sama yang digunakan untuk bunuh
diri di dunia.
Ketiga, Dampak
duniawi. Orang yang melakukan aksi bom manusia dalam rangka jihad,
dampaknya adalah dapat mengguncang musuh, menanamkan ketakutan pada hati musuh,
atau melemahkan mental mereka dalam peperangan. Ini sebagaimana terjadi di Lebanon, Sudan, Palestina, dan sebagainya.
Sedang orang yang bunuh diri dampaknya hanyalah menimbulkan kesedihan dan
kepedihan keluarga, dan sama sekali tidak ada dampak terhadap perlawanan kepada
musuh. 35
Perbedaan antara orang yang melakukan aksi bom manusia di
jalan Allah dengan orang yang bunuh diri, dapat diringkas dalam tabel berikut :
Aspek
Aksi Bom Manusia
Bunuh Diri
Motivasi
Ingin menegakkan kalimat Allah SWT
Ingin mengakhiri kehidupan karena putus asa menghadapi
kesulitan duniawi
Akibat Akhirat
Surga, karena termasuk mati syahid
Neraka
Dampak Duniawi
Mengguncang musuh atau melemahkan mental musuh
Hanya menimbulkan kesedihan keluarga
Tabel 1. Perbedaan Aksi Bom Manusia dengan aksi Bunuh
Diri.
Dengan adanya perbedaan seperti digambarkan di atas,
jelas tidak tepat jika dikatakan bahwa aksi bom manusia seperti yang dilakukan
para mujahidin Palestina saat ini, adalah tindakan bunuh diri yang konyol.
Namun demikian, menurut penulis pendapat Syaikh Shaleh
Al-Utsaimin yang menganggap aksi bom manusia sebagai tindakan bunuh diri, tidak
dapat dianggap mutlak salah. Dalam arti, pendapat tersebut masih dapat diterima
dalam satu keadaan, yaitu jika pelaku aksi pemboman niatnya memang untuk bunuh
diri, bukan untuk meninggikan kalimat Allah dalam rangka jihad di jalan Allah.
Dalam kondisi demikian, berlakulah kaidah fiqih :
Al-umuuru bi maqaashidiha
“Segala sesuatu perkara tergantung pada
maksud-maksudnya.â€36
Dengan demikian, jika seorang pelaku aksi bom manusia
meniatkan aktivitasnya untuk bunuh diri karena putus asa dan ingin lari dari
kesulitan hidup, dan tidak meniatkan untuk berjihad lillahi ta’ala,
maka pada saat itu aktivitasnya tergolong bunuh diri yang haram menurut
syara’. Maka dalil-dalil ulama yang mengharamkan aksi bom manusia seperti
telah disebutkan di atas, dapat diterapkan untuk kondisi seperti ini. Sedang
jika pelaku aksi berniat meninggikan kalimat Allah dan berjihad di jalan Allah,
maka menurut penulis aktivitasnya tidak dapat digolongkan bunuh diri.
Adapun pendapat Syaikh Nashiruddin Al-Albani yang
mensyaratkan bahwa jihad secara umum dan aksi bom manusia secara khusus wajib
di bawah kepemimpinan khalifah, menurut pandangan penulis, bukan pendapat yang
kuat. Hal ini karena dua alasan berikut :
Pertama,
nash-nash yang mewajibkan jihad bersifat mutlak, tidak bersifat muqayyad, dalam
arti tidak disyaratkan jihad wajib dilakukan bersama seorang khalifah. Misalnya
firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah
orang-orang kafir yang ada di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui
kekerasan daripadamu, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang
takwa.â€(QS At-Taubah : 123)
Ayat ini merupakan perintah melakukan jihad yang bersifat
mutlak. Tidak ada persyaratan bahwa jihad wajib dilaksanakan di bawah
kepemimpinan khalifah. Jadi keberadaan khalifah bukan syarat kewajiban jihad.
Jihad tetap fardhu baik ketika khalifah ada maupun tidak ada. Hal ini
disebabkan nash-nash yang bersifat mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama
tidak ada dalil yang menunjukkan taqyidnya, sebagaimana kaidah ushul :
Al-Uthlaaqu yabqa ‘ala ithlaaqihi ma lam yaqum dalilun
‘ala taqyiidihi
“Lafazh mutlak tetap dalam kemutlakannya selama
tidak ada dalil yang membatasinya (taqyid).â€37
Kedua, ada
nash-nash hadits yang secara khusus mewajibkan jihad dalam segala keadaan, baik
kaum muslimin berada di bawah pemimpin yang adil maupun yang fajir (fasik).
Misalnya sabda Nabi SAW :
“Jihad itu tetap wajib atas kalian bersama setiap
pemimpin, yang baik maupun yang jahat. [Sebagaimana] shalat juga tetap wajib
atas kalian di belakang seorang muslim, yang baik ataupun yang jahat, sekali
pun dia mengerjakan dosa-dosa besar.†(HR. Abu Dawud dan Abu
Ya’la).38
Atas dasar hadits ini, maka jihad tetap wajib
dilaksanakan meskipun pemimpin umat Islam adalah pemimpin yang zalim, termasuk
di dalamnya pemimpin yang bukan khalifah.
Maka dari itu, jelaslah bahwa menurut penulis, pandangan
Al-Albani yang mensyaratkan jihad harus di bawah pimpinan khalifah, adalah
pandangan yang lemah dan tidak dapat diterima. Sebagai implikasinya, aksi bom manusia
saat ini yang dilakukan di Palestina, pada saat khalifah kaum muslimin tidak
ada semenjak runtuhnya Khilafah di Turki tahun 1924, tetap sah dan pelakunya
tidak berdosa melakukannya.
VII. Kesimpulan
Dari seluruh uraian yang telah diutarakan, penulis
menarik beberapa kesimpulan berikut :
1. Para ulama
kontemporer berbeda pendapat mengenai hukum melakukan aksi bom manusia dalam
peperangan melawan musuh kafir, seperti yang terjadi saat ini di Palestina. Ada yang membolehkan dan
ada pula yang mengharamkan.
2. Dalil-dalil ulama yang membolehkan aksi bom manusia
menurut penulis lebih kuat daripada yang mengharamkan, dengan pertimbangan
bahwa ulama yang membolehkan mempunyai pemahaman fakta yang lebih jeli, dan
dalil-dalilnya lebih sesuai untuk fakta yang dimaksudkan. Sedang dalil-dalil
ulama yang mengharamkan, menurut penulis tidak sesuai dengan fakta permasalahan
yang ada.
3. Ada
perbedaan yang jelas antara aksi bom manusia dan tindakan bunuh diri, baik dari
segi motivasi, akibat di akhirat, dan dampaknya di dunia. Namun demikian, aksi
bom manusia bisa saja tergolong bunuh diri jika niatnya memang untuk bunuh diri
dan bukan untuk menegakkan kalimat Allah. [ ]
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Imam. Musnad
Imam Ahmad. CD Hadits Kutub At-Tisâ’ah.
Al-Alwani,
Thaha Jabir Fayyadh. 1987. Adab Al-Ikhtilaf fi Al-Islam. Cetakan
III. (Washington
: Al-Maâhad Al ˜Alami li Al-Fikr Al-Islami).
Al-Asqalani,
Ibnu Hajar. Fathul Bari.
Al-Baghdadi,
Abdurrahman. 1986. Radd ˜Ala Kitab Ad-Da’wah Al-Islamiyah (Sidney : Syabab Hizbut Tahrir Australia).
Al-Qadah,
Muhammad Thamah. 2002. Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam
(Al-Mughamarat bi An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam). Alih
Bahasa Haris Muslim. Cetakan I. (Banding : Pustaka Umat)
Al-Qaradhawi,
Yusuf. 1994. Ikut Ulama Yang Mana ? Etika Berfatwa dan Mufti-Mufti
Masa Kini (Al-Fatwa Baina Al-Indhibath wa At-Tasayyub). Alih
bahasa Ali Tsauri dkk. Cetakan I.
(Surabaya :
Pustaka Progressif)
Al-Qarhudaghi,
Ali Muhyidin. 1992..Hukm Ijra` Al-Uqud bi Alat Al-Ittishal Al-Haditsah. (Beirut : Mu`assah Ar
Risalah).
Al-Qurthubi,
Imam. Al-Jamiâh li Ahkam
Al-Qur`an.
An-Nabhani,
Taqiyuddin. 1953. Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah. Juz
III. Cetakan II. (Al Quds : tanpa penerbit).
----------.
1973. At-Tafkir. Cetakan
I. (tanpa tempat penerbit : tanpa
penerbit)
----------.
2001. Nizham Al-Islam. Cetakan VI. (tanpa tempat
penerbit : tanpa penerbit).
Asy-Syafi’i,
Ahmad Muhammad. 1983. Ushul Fiqh Al-Islami. (Iskandariyah
: Mu`assasah Tsaqafah Al-Jama’iyah).
As-Suyuti,
Jalaluddin. Tanpa Tahun. Al-Asybah wa An-Nazha`ir fi Al-Furu’iyah. (Semarang : Mathba’ah
Usaha Keluarga).
Junaedi,
Dedi. Heboh Balita Hamas. Republika on Line, Selasa 2 Juli
2002, www.republika.co.id.
----------.
Suara dari Para Ulama’ . Republika on Line, Selasa 3 Jui
2002. www.republika.co.id.
----------
Syahidnya Calon Mempelai. Republika on Line, Rabu 3 Juli
2002, www.republika.co.id.
----------
Motivasi di Balik Bom Syahid. Republika on Line, Kamis 4
Juli 2002,www.republika.co.id.
Haikal,
Muhammad Khair. 1996. Al-Jihad wa Al-Qital fi As-Siyasah Asy-Syar’iyah. Cetakan
II. (Beirut :
Darul Bayariq).
Nyawa pun
Kami Berikan. Kompas on Line. Minggu 7 April
2002. www.kompas.com.
Komandan
Batalion Al-Qossam Beberkan Strategi Operasi Mati Syahid. 29 Mei
2002,www.alislam.or.id.
Muslim,
Imam. Shahih Muslim. CD Kutub At-Tisa’ah.
Shuman, Ellis.
What Makes Suicide Bombers Tick?. 4 Juni 2001, www.israelinsider.com
Takruri,
Nawaf Hail.2002. Aksi Bunuh Diri atau Mati Syahid (Al-Amaliyat
Al-Istisyhidiyah fi Al-Mizan Al-Fiqhi). Alih Bahasa M. Arif
Rahman. Cetakan I. (Jakarta :Pustaka
Al-Kautsar).
Wafaa,
Muhammad. 2001. Metode Tarjih Atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara’
(Ta’arudh Al-Adillah Asy-Syar’iyah min Al-Kitab wa As-Sunnah wa At-Tarjih
Bainaha). Alih Bahasa Muslich. Cetakan I. (Bangil :
Al-Izzah).
1 Lihat Nawaf Hail Takruri, Aksi
Bunuh Diri atau Mati Syahid (Al-âAmaliyat Al-Istisyhidiyah fi Al-Mizan
Al-Fiqhi), alih bahasa M. Arif Rahman, Cetakan I, (Jakarta :Pustaka
Al-Kautsar), 2002.
2 Muhammad Thaâmah Al Qadah, Aksi
Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam (Al-Mughamarat bi An-Nafsi fi Al-Qital
wa Hukmuha fi Al-Islam), alih bahasa Haris Muslim, Cetakan I,
(Banding : Pustaka Umat), 2002.
3 Muhammad Khair Haikal, Al-Jihad
wa Al-Qital fi As-Siyasah Asy-Syariyah, Cetakan II, (Beirut : Darul Bayariq), 1996.
4 Kenetralan istilah dalam kajian
diperlukan agar tidak terjadi tahsil al-hasil, yaitu menghasilkan
kesimpulan yang sudah dihasilkan. Ungkapan bom syahid dalam pandangan Islam,
atau bom bunuh diri dalam pandangan Islam†tak ubahnya seperti ungkapan riba
bank dalam pandangan Islam. Yang tepat mestinya bunga bank dalam pandangan
Islam, sebab bunga bank menggambarkan fakta objektif. Sedang bank adalah suatu penilaian atas fakta, atau
kesimpulan atas suatu fakta.
5 Saifuddin Al-Amidi, Al-Ihkam
fi Ushul Al-Ahkam, Juz III dan IV, (Beirut : Darul Fikr),
1996.
6 Imam Asy-Syaukani, Irsyadul
Fuhul Ila Tahqiq Al-Haq min ˜Ilm Al-Ushul, (Beirut : Darul Fikr), tanpa tahun.
7 Muhammad Wafaa, Metode
Tarjih Atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara’ (Ta’arudh Al-Adillah Asy-Syar’iyah
min Al-Kitab wa As-Sunnah wa At-Tarjih Bainaha), alih bahasa
Muslich, Cetakan I, (Bangil ; Al-Izzah), 2001.
8 Ali Muhyidin Al Qarhudaghi, Hukm
Ijra` Al-Uqud bi Alat Al-Ittishal Al-Haditsah , (Beirut : Mu`assah Ar Risalah), 1992, hal. 9.
9 Muhammad Thamah Al-Qadah, op.cit.,
hal. 17.
10 Nawaf Hail Takruri, op.cit.
hal. 2; Muhammad Thamah Al-Qadah, op.cit., hal. 12 dan 17.
11 Nawaf Hail Takruri, op.cit.
hal. 2-3.
12 Dedi Junaedi, Syahidnya Calon
Mempelai, Republika On Line, Rabu 3 Juli 2002,
www.republika.co.id.
13 Ibid.
14 Dedi Junaedi, Motivasi di Balik
Bom Syahid, Republika On Line, Kamis 3 Juli 2002,
www.republika.co.id.
15 Data ini dikutip oleh Ellis Shuman,
What Makes Suicide Bombers Tick, 4 Juni 2001, www.israelinsider.com
16 Ibid.
17 Ini berdasarkan investigasi Hala
Jaber, seorang penulis Lebanon,
yang laporannya diturunkan dalamLondon Sunday Times, edisi 25 Maret
2001. Lihat “Nyawa pun Kami Berikan, Kompas On Line, Minggu
7 April 2002, www.kompas.com.
18 “Komandan Batalion Al-Qossam
Beberkan Strategi Operasi Mati Syahid, 29 Mei 2002, www.alislam.or.id.
19 Muhammad Thamah Al-Qadah, op.cit.,
hal. 49; Nawaf Hail Takruri, op.cit., hal. xiv-xv.
20 Muhammad Thamah Al-Qadah, op.cit.,
hal. 23-37.
21 Muhammad Thaâmah Al Qadah, op.cit.,
hal. 23 (dengan sedikit perbaikan dan tambahan redaksional); Muhammad Khair
Haikal, op.cit., Juz II, hal. 1400.
22 Muhammad Thamah Al Qadah, op.cit.,
hal. 24 (dengan sedikit perbaikan dan tambahan redaksional).
23 Muhammad Thamah Al Qadah, op.cit.,
hal. 25.
24 Al-Qurthubi, Al-Jamiâ
li Ahkam Al-Qur`an, Juz II,
hal. 361.
25 Muhammad Thamah Al Qadah, op.cit.,
hal. 26.
26 Nawaf Hail Takruri, op.cit.,
hal. 97.
27 Shahih Muslim, hadits
no. 1789, Juz III, hal. 1315.
28 Muhammad Thamah Al Qadah, op.cit.,
hal. 30; Muhammad Khair Haikal, op.cit, Juz III, hal. 1400.
29 Fatwa lengkap Al-Albani lihat
Muhammad Thaâmah Al Qadah, op.cit., hal. 50-51, dan 54; Lihat
juga Nawaf Hail Takruri, op.cit., hal.68-70. Namun dalam kedua
sumber ini tidak ada nash khusus yang disebut oleh Al-Albani.
30 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul
Bari, Juz III, hal. 593; Musnad Imam Ahmad, Juz
II, hal. 435.
31 Thaha Jabir Fayyadh
Al-Alwani, Adab Al-Ikhtilaf fi Al-Islam, Cetakan III, (Washington : Al-Ma’had
Al-Alami li Al-Fikr Al-Islami), 1987, hal. 104
32 Yusuf Al-Qaradhawi, Ikut
Ulama Yang Mana ? Etika Berfatwa dan Mufti-Mufti Masa Kini (Al-Fatwa Baina
Al-Indhibath wa At-Tasayyub), alih bahasa Ali Tsauri dkk, Cetakan I, (Surabaya : Pustaka
Progressif), 1994, hal. 72.
33 Taqiyuddin An-Nabhani, Nizham
Al-Islam, Cetakan VI, (tanpa tempat penerbit : tanpa penerbit), 2001,
hal. 74. Lihat juga kitab An Nabhani lainnya dalam pembahasan ini, At-Tafkir,
Cetakan I, (tanpa tempat penerbit : tanpa penerbit),1973, hal. 148.
34 Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah
Al-Islamiyah, Juz III, Cetakan II, (Al Quds : tanpa penerbit), 1953,
hal. 339-341. Bandingkan dengan definisi manath menurut Al-Amidi, Al-Ihkam,
Juz III, hal. 204.
35 Muhammad Thamah Al-Qadah, op.cit.,
hal. 18-21.
36 Lihat Jalaluddin As-Suyuti, Al-Asybah
wa An-Nazha`ir fi Al-Furu’, (Semarang
: Mathba’ah Usaha Keluarga), tanpa tahun, hal. 6.
37 Ahmad Muhammad Asy-Syafi’i, Ushul
Fiqh Al-Islami, (Iskandariyah : Mu`assasah Tsaqafah Al-Jama’iyah),
1983, hal. 322; Imam Asy-Syaukani, op.cit. hal.164; Saifuddin
Al-Amidi, op.cit., Juz III, hal. 3.
38 Abdurrahman Al-Baghdadi, Radd
‘Ala Kitab Ad-Da’wah Al-Islamiyah, (Sidney : Syabab Hizbut Tahrir Australia), 1986, hal. 122
Bom Manusia
Dalam Pandangan Fuqaha Kontemporer
(Dibuat
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Fiqih)
Disusun Oleh:
Bambang Haryanto
11222007
Dosen Pengampu:
Hanafi, M.Pd.I
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH IAIN RADEN FATAH PALEMBANG
2012